Komunitas underground memang bukan halaqah. Komunitas ini hanyalah kumpulan orang-orang muda yang energinya diluapkan dengan bermusik cadas. Tapi cadas bukan sembarang cadas. Ada pesan dan misi yang terkandung di dalam lirik lagu yang mereka mainkan. Siapa nyana, underground pun anti Zionis. Mereka memboikot makanan produk Zionis. Mereka membuat T-Shirt bergambar anti Zionis. Bahkan lirik dalam lagu mereka pun mengecam Zionis bedebah. ”Anti Zionis Action”. Begitulah genderang perang yang mereka kobarkan lewat musik.
Bagi aktivis dakwah, mungkin tak banyak yang tahu, bahwa ternyata ada yang mengisi ruang ini sebagai sasaran dakwah. Bagi yang belum mengenalnya lebih dekat, boleh jadi akan berprasangka buruk, menghina, mencaci, memfitnah dan selalu beranggapan negatif dengan eksistensi komunitas ini. Performance anak-anak muda ini memang terlihat angker, ”gokil”, dan berbagai stigma buruk lainnya. Apalagi, label pada T-Shirt mereka, sebagian ada yang berdesain tengkorak, dan huruf-huruf pentagram ala Metal. Tapi siapa nyana, anak metal pun religius, shalat, peduli Palestina, dan sekali lagi anti Zionis.
Tentu saja, pola dakwah komunitas underground berbeda dengan dakwah pada umumnya. Adalah Ombat (personil Tengkorak) dan Thufail al Ghifari (vokalis The Roots of Madinah) -- lama mengisi ruang ini dengan bahasa yang mereka pahami. Meski tidak berdakwah secara verbal, layaknya kiai dengan santrinya, Thufail, Ombat dan rekan se-visi sesungguhnya sedang berdakwah di tengah komunitasnya yang unik.
”Yang jelas, gue tidak berdakwah seperti cara Aa’ Gym memberi nasihat dengan bahasa verbal dan segudang dalil. Bahkan, seorang Aa’ Gym jika dihadirkan di komunitas metal sekalipun, boro-boro didengerin. Tapi kalau gue yang ngomong no problem, dan pasti didengerin. Karena memang gue dakwah dengan bahasa mereka. Kesadaran beragama itu tumbuh dari kesadaran individu masing-masing, tanpa harus menggurui. Gue punya cara sendiri, berdakwah dengan bahasa tubuh. Waktunya shalat ya shalat. Bagi gue memberi contoh itu dakwah yang paling efektif, ketimbang perintah,” tukas Thufail.
Yang menarik, komunitas underground, tidak mengenal istilah mentor. Di antara mereka tak ada yang paling alim, semua sama-sama mencari jatidiri. Yang memimpin, biasanya yang paling dituakan (senior). Dengan akidah, komunitas underground dipersatukan untuk mencari persamaan. Mereka menanggalkan khilafiyah atau perbedaan yang ada. Mereka memang bukan aktivis halaqah, tapi tidak juga melarang individu komunitas underground untuk gabung di halaqah tertentu. Mau gabung di HTI atau Jamaah Tabligh oke-oke saja. Selama sumbernya jelas, al Qur’an dan as Sunnah.
"Yang jelas, kalo ngaji masing-masing. Kami ngaji dimana saja. Jika ada taklim, gurunya Ustad Abu Bakar Ba’asyir, gue datang, artinya kita nggak ngeblok. Di sini, khilafiyah tidak berlaku. Kalo nggak gitu, kapan bersatunya. Insya Allah, kita ingin memberi contoh, bahwa musisi pun bisa bersatu karena persamaan akidah. Perbedaan aliran musik bukanlah gap, tapi lebih kepada segmennya saja. Pas ngumpul, selain bermusik, kita biasanya ngobrol membahas hal-hal yang sifatnya pengetahuan. Di Masjid Al Azhar, kami silaturahim antar musisi,” tandas Ombat yang sudah mulai mengurangi performance baju metal dari luar. Ia mendesain gambar bajunya sendiri tentang hal-hal yang berbau jihad, perang pemikiran (ghazwul fikri) dan anti Zionis,” papar Ombat.
Dalam sebuah diskusi di Universitas Islam Negeri (UIN) Ciputat, Thufail al Ghifari pernah ditanya, kenapa harus bermetal-metal ria? Dengan enteng ia menjawab, ”Gue hidup di lingkungan orang awam. Tapi se-metal-metal gue, bila adzan tiba, gue pasti break, terus shalat. Dan tradisi itu gue tularkan pada temen-temen yang lain. Se-metal-metal gue, jika Palestina dizalimi, gue sakit hati. Bagi gue, masalahnya bukan pada label seseorang, tapi bisakah mempertahankan nilai-nilai prinsip dalam diri kita? Mending gue dilabelin orang awam, daripada dilabelin aktivis, tapi gue nggak bisa kasih contoh di masyarakat. Gue berharap, waktu kita jangan dihabiskan untuk berdebat, tapi berbuat, bukan pula dengan wacana-wacana.”
⋙◊=(•̪●)MetaL MusLim)◊▬○★⋙
Bagi aktivis dakwah, mungkin tak banyak yang tahu, bahwa ternyata ada yang mengisi ruang ini sebagai sasaran dakwah. Bagi yang belum mengenalnya lebih dekat, boleh jadi akan berprasangka buruk, menghina, mencaci, memfitnah dan selalu beranggapan negatif dengan eksistensi komunitas ini. Performance anak-anak muda ini memang terlihat angker, ”gokil”, dan berbagai stigma buruk lainnya. Apalagi, label pada T-Shirt mereka, sebagian ada yang berdesain tengkorak, dan huruf-huruf pentagram ala Metal. Tapi siapa nyana, anak metal pun religius, shalat, peduli Palestina, dan sekali lagi anti Zionis.
Tentu saja, pola dakwah komunitas underground berbeda dengan dakwah pada umumnya. Adalah Ombat (personil Tengkorak) dan Thufail al Ghifari (vokalis The Roots of Madinah) -- lama mengisi ruang ini dengan bahasa yang mereka pahami. Meski tidak berdakwah secara verbal, layaknya kiai dengan santrinya, Thufail, Ombat dan rekan se-visi sesungguhnya sedang berdakwah di tengah komunitasnya yang unik.
”Yang jelas, gue tidak berdakwah seperti cara Aa’ Gym memberi nasihat dengan bahasa verbal dan segudang dalil. Bahkan, seorang Aa’ Gym jika dihadirkan di komunitas metal sekalipun, boro-boro didengerin. Tapi kalau gue yang ngomong no problem, dan pasti didengerin. Karena memang gue dakwah dengan bahasa mereka. Kesadaran beragama itu tumbuh dari kesadaran individu masing-masing, tanpa harus menggurui. Gue punya cara sendiri, berdakwah dengan bahasa tubuh. Waktunya shalat ya shalat. Bagi gue memberi contoh itu dakwah yang paling efektif, ketimbang perintah,” tukas Thufail.
Yang menarik, komunitas underground, tidak mengenal istilah mentor. Di antara mereka tak ada yang paling alim, semua sama-sama mencari jatidiri. Yang memimpin, biasanya yang paling dituakan (senior). Dengan akidah, komunitas underground dipersatukan untuk mencari persamaan. Mereka menanggalkan khilafiyah atau perbedaan yang ada. Mereka memang bukan aktivis halaqah, tapi tidak juga melarang individu komunitas underground untuk gabung di halaqah tertentu. Mau gabung di HTI atau Jamaah Tabligh oke-oke saja. Selama sumbernya jelas, al Qur’an dan as Sunnah.
"Yang jelas, kalo ngaji masing-masing. Kami ngaji dimana saja. Jika ada taklim, gurunya Ustad Abu Bakar Ba’asyir, gue datang, artinya kita nggak ngeblok. Di sini, khilafiyah tidak berlaku. Kalo nggak gitu, kapan bersatunya. Insya Allah, kita ingin memberi contoh, bahwa musisi pun bisa bersatu karena persamaan akidah. Perbedaan aliran musik bukanlah gap, tapi lebih kepada segmennya saja. Pas ngumpul, selain bermusik, kita biasanya ngobrol membahas hal-hal yang sifatnya pengetahuan. Di Masjid Al Azhar, kami silaturahim antar musisi,” tandas Ombat yang sudah mulai mengurangi performance baju metal dari luar. Ia mendesain gambar bajunya sendiri tentang hal-hal yang berbau jihad, perang pemikiran (ghazwul fikri) dan anti Zionis,” papar Ombat.
Dalam sebuah diskusi di Universitas Islam Negeri (UIN) Ciputat, Thufail al Ghifari pernah ditanya, kenapa harus bermetal-metal ria? Dengan enteng ia menjawab, ”Gue hidup di lingkungan orang awam. Tapi se-metal-metal gue, bila adzan tiba, gue pasti break, terus shalat. Dan tradisi itu gue tularkan pada temen-temen yang lain. Se-metal-metal gue, jika Palestina dizalimi, gue sakit hati. Bagi gue, masalahnya bukan pada label seseorang, tapi bisakah mempertahankan nilai-nilai prinsip dalam diri kita? Mending gue dilabelin orang awam, daripada dilabelin aktivis, tapi gue nggak bisa kasih contoh di masyarakat. Gue berharap, waktu kita jangan dihabiskan untuk berdebat, tapi berbuat, bukan pula dengan wacana-wacana.”
⋙◊=(•̪●)MetaL MusLim)◊▬○★⋙
Sabili mencatat, ada beberapa kelompok band pelopor komunitas underground yang menyisipkan visi keislaman dalam lirik lagu yang mereka mainkan, sebut saja seperti: Tengkorak, GunxRose, Purgatory, The Roots of Madinah, Salameh Hamzah, Aftermath, PMDI Rhymes. Masing-masing kelompok punya karakter yang berbeda dalam melontarkan slogannya. Tengkorak, misalnya, dengan slogan Anti Zionist Action. Atau GunxRose yang menyebut dirinya modernitas puritan, punya slogan perlawanan: Membungkam Mulut-mulut para Atheis. ”Jihad is Our Way” adalah salah satu topik dalam beberapa event konser mereka. Atau Sound for Palestina di Taman Ismail Marzuki beberapa waktu lalu. Bak bungker akidah, anak metal yang dinahkodai Ombat, Thufail dan kawan se-visi terus berjuang membendung infiltrasi Barat lewat musik.
Mendengar nama kelompok band komunitas underground memang terkesan angker, liar, seperti komunitas yang tidak beragama, mengusung kebebasan, penikmat drugs, tatto, dan stigma buruk lainnya. Tapi, tak banyak yang tahu, bahwa tak semua komunitas underground ’terbius’ racun westernisasi. Ada memang diantara mereka yang telah melalui lembah hitam, namun hidayah merangkulnya untuk kembali ke jalan yang lurus. Bukan rahasia, banyak musisi ketika mencari inspirasi harus dengan mabuk lebih dulu. Kini, sebagian individu komunitas underground telah clean alias tobat. Mereka adalah kumpulan musisi cadas insaf, namun tetap menyalak.
Komunitas underground punya kelompok band masing-masing dengan aliran musik yang berbeda. Ada rock, metal, rap, punk, hardcore, grindcore, alternatif dan sebagainya. Kebanyakan mereka bermusik di jalur indie. Meski tidak mendeklarasikan dirinya sebagai metal Muslim atau punk Muslim, namun tetap saja ada yang menyebut mereka metal Muslim, punk Muslim, rapper Muslim dan sebagainya. Ketika di antara mereka bertemu dengan rekan se-visi, lalu klop, berlanjut dengan membentuk kelompok band dengan aliran tertentu.
Kebanyakan anak-anak underground yang sudah melalui fase musik, biasanya akan masuk ke fase pemikiran. Jika sudah masuk ke fase pemikiran, mereka dihadapkan oleh dua pilihan: menjadi atheis atau menjadi agnostic (percaya tuhan tapi tidak beragama). Intinya mereka bisa sekuler, atau orang yang salah paham terhadap agama, terutama Islam.
Meski saat ngeband dipanggung, tidak terdengar jelas lirik vokal yang dibawakan, namun fans mereka mencari tahu lirik yang dimaksud. Beberapa judul milik Tengkorak, seperti: Teroris, Jihad Soldier, adalah bentuk penyisipan Islam, meski tak tersirat. Begitu juga dengan The Roots of Madinah dengan beberapa judulnya: Darah di atas Pedang, Konspirasi Haykal, Syair Tanah Terjajah, dan Dari Jakarta hingga Jalur Gaza. Tak beda dengan Purgatory. Mereka satu visi sebagai agen Anti Zionist Action.
Menurut Thufail, latar belakang anak underground sendiri, justru kebanyakan mereka dari keluarga yang mapan. Karena musik-musik underground yang mereka bawa ke Indonesia adalah mereka yang kuliah ke luar negeri. ”Jadi salah, kalau ada yang bilang, musisi underground itu dari lapisan keluarga miskin dan anak jalanan. Mereka adalah orang-orang menengah ke atas. Mereka juga datang dari kalangan yang berpendidikan, bahkan ada yang berprofesi pengacara dan jaksa. Ketika visi-misi itu teragendakan, mereka tularkan kepada komunitas underground lain yang belum tersentuh keislamannya,” ujar Ombat.
Down load-down load internet di tahun 90-an, adalah mainan orang kaya. Jika musik-musik itu sampai ke Indonesia, pasti mereka yang pernah ke luar negeri. Cuma kebanyakan dari mereka adalah dari kalangan brokenhome. Mereka mencari pelarian melalui musik, dan membangun dunia sendiri, komunitas sendiri, dan gaya hidup sendiri. Meski akhirnya salah jalan.
Agar memiliki wadah bersama antar musisi metal se-visi, Thufail dan sahabat-sahabatnya membentuk berandalan puritan plus dengan situsnya: www.berandalanpuritan.blogspot.com. Sebelumnya, ada jembatan harakah. Hingga saat sudah ada 1.000 orang yang tergabung, bukan hanya ikatan persaudaraan, melainkan juga mengikuti gaya hidup yang tidak melanggar moral dan agama, dalam hal ini Islam. Karakter dari anak metal adalah melontarkan kontra propaganda. ”Metal memang identik dengan kemarahan (angry). Tapi itulah hati nurani yang tidak dibuat-buat,” ujar Thufail.
Saat ini, sudah ada beberapa band yang sadar akan perlunya dakwah Islam ke dalam komunitas underground. Untuk itu perlu skill tersendiri untuk bisa masuk ke komunitas ini. Memang ini bukan segmen kelompok LDK atau komunitas yang sudah mengaji di harakah-harakah, tapi murni dakwah di kalangan underground.
Diakui Thufail al Ghifari, perang yang sedang berlangsung saat ini adalah perang tanpa senjata. Sebagai Muslim, tentu ibadah tertinggi adalah jihad qital. Tapi kondisi di Indonesia belum memungkinkan untuk diterapkan jihad Qital. Maka, yang harus dilakukan adalah mengcounter pemikiran dengan pemikiran, teknologi dengan teknologi, ekonomi dengan ekonomi, gaya hidup dengan gaya hidup.
Inilah manuver yang kita sebut perang tanpa senjata..
Mendengar nama kelompok band komunitas underground memang terkesan angker, liar, seperti komunitas yang tidak beragama, mengusung kebebasan, penikmat drugs, tatto, dan stigma buruk lainnya. Tapi, tak banyak yang tahu, bahwa tak semua komunitas underground ’terbius’ racun westernisasi. Ada memang diantara mereka yang telah melalui lembah hitam, namun hidayah merangkulnya untuk kembali ke jalan yang lurus. Bukan rahasia, banyak musisi ketika mencari inspirasi harus dengan mabuk lebih dulu. Kini, sebagian individu komunitas underground telah clean alias tobat. Mereka adalah kumpulan musisi cadas insaf, namun tetap menyalak.
Komunitas underground punya kelompok band masing-masing dengan aliran musik yang berbeda. Ada rock, metal, rap, punk, hardcore, grindcore, alternatif dan sebagainya. Kebanyakan mereka bermusik di jalur indie. Meski tidak mendeklarasikan dirinya sebagai metal Muslim atau punk Muslim, namun tetap saja ada yang menyebut mereka metal Muslim, punk Muslim, rapper Muslim dan sebagainya. Ketika di antara mereka bertemu dengan rekan se-visi, lalu klop, berlanjut dengan membentuk kelompok band dengan aliran tertentu.
Kebanyakan anak-anak underground yang sudah melalui fase musik, biasanya akan masuk ke fase pemikiran. Jika sudah masuk ke fase pemikiran, mereka dihadapkan oleh dua pilihan: menjadi atheis atau menjadi agnostic (percaya tuhan tapi tidak beragama). Intinya mereka bisa sekuler, atau orang yang salah paham terhadap agama, terutama Islam.
Meski saat ngeband dipanggung, tidak terdengar jelas lirik vokal yang dibawakan, namun fans mereka mencari tahu lirik yang dimaksud. Beberapa judul milik Tengkorak, seperti: Teroris, Jihad Soldier, adalah bentuk penyisipan Islam, meski tak tersirat. Begitu juga dengan The Roots of Madinah dengan beberapa judulnya: Darah di atas Pedang, Konspirasi Haykal, Syair Tanah Terjajah, dan Dari Jakarta hingga Jalur Gaza. Tak beda dengan Purgatory. Mereka satu visi sebagai agen Anti Zionist Action.
Menurut Thufail, latar belakang anak underground sendiri, justru kebanyakan mereka dari keluarga yang mapan. Karena musik-musik underground yang mereka bawa ke Indonesia adalah mereka yang kuliah ke luar negeri. ”Jadi salah, kalau ada yang bilang, musisi underground itu dari lapisan keluarga miskin dan anak jalanan. Mereka adalah orang-orang menengah ke atas. Mereka juga datang dari kalangan yang berpendidikan, bahkan ada yang berprofesi pengacara dan jaksa. Ketika visi-misi itu teragendakan, mereka tularkan kepada komunitas underground lain yang belum tersentuh keislamannya,” ujar Ombat.
Down load-down load internet di tahun 90-an, adalah mainan orang kaya. Jika musik-musik itu sampai ke Indonesia, pasti mereka yang pernah ke luar negeri. Cuma kebanyakan dari mereka adalah dari kalangan brokenhome. Mereka mencari pelarian melalui musik, dan membangun dunia sendiri, komunitas sendiri, dan gaya hidup sendiri. Meski akhirnya salah jalan.
Agar memiliki wadah bersama antar musisi metal se-visi, Thufail dan sahabat-sahabatnya membentuk berandalan puritan plus dengan situsnya: www.berandalanpuritan.blogspot.com. Sebelumnya, ada jembatan harakah. Hingga saat sudah ada 1.000 orang yang tergabung, bukan hanya ikatan persaudaraan, melainkan juga mengikuti gaya hidup yang tidak melanggar moral dan agama, dalam hal ini Islam. Karakter dari anak metal adalah melontarkan kontra propaganda. ”Metal memang identik dengan kemarahan (angry). Tapi itulah hati nurani yang tidak dibuat-buat,” ujar Thufail.
Saat ini, sudah ada beberapa band yang sadar akan perlunya dakwah Islam ke dalam komunitas underground. Untuk itu perlu skill tersendiri untuk bisa masuk ke komunitas ini. Memang ini bukan segmen kelompok LDK atau komunitas yang sudah mengaji di harakah-harakah, tapi murni dakwah di kalangan underground.
Diakui Thufail al Ghifari, perang yang sedang berlangsung saat ini adalah perang tanpa senjata. Sebagai Muslim, tentu ibadah tertinggi adalah jihad qital. Tapi kondisi di Indonesia belum memungkinkan untuk diterapkan jihad Qital. Maka, yang harus dilakukan adalah mengcounter pemikiran dengan pemikiran, teknologi dengan teknologi, ekonomi dengan ekonomi, gaya hidup dengan gaya hidup.
Inilah manuver yang kita sebut perang tanpa senjata..
Bookmark this post: |
cakep \m/
BalasHapusizin share ya bos
BalasHapuscocok buat artikel pengajian hahaha
salam \m/
Takut Menang Banyak Tidak Dibayar ??
BalasHapusBergabung Bersama Kami Di Bola206 Situs Betting Online Terpercaya dan Sudah Berpengalaman Dengan Transaksi Besar.
Menang dan Dapatkan Hadiahnya !!
- Bonus Deposit New Member 10 %
- Bonus Deposit Harian 5%
- Bonus Rollingan Casino 1 %
- Bonus Cashback Sportbook dan Sabung Ayam 5 %
- Bonus Referral 2,5 %
Kunjungi Situs Kami Di www,indo206,net
No WA : 081363191417
Line Messenger: agenbola206
Tersedia Bank
- BCA
- MANDIRI
- BNI
- BRI
- DANAMON
ALL BANK ONLINE 24 JAM
Situs Taruhan Bola, Live Casino, Sabung Ayam, Slot Game Gampang Menang Hanya Di
Bola206
#agenjudibola #agenjudionline #agenjudi #agenjudionline #agenjudisabungayam
#judibola #judibolaonline
#agencasino #agencasinoonline #agencasinoterpercaya #betting #bettingonline
#sabungayam
#judisabungayam